Kalau saja Tuhan tidak mengarunai diriku
dengan kemampuan melihat makhluk halus, niscaya Ibuku telah menjadi
korban pelecehan seks yang dilakukan oleh bangsa gaib. Ya, genderuwo itu
berniat meny
etubuhi Ibuku. Celakanya, Ibu melihat makhluk jahanam ini sebagai wujud Bapakku….
Genderuwo adalah sejenis jin kafir dari kalangan Ifrit yang namanya
dikenal oleh masyarakat. Terutama oleh masyarakat Jawa. Jin ini konon
sangat gemar berhubungan seks dengan bangsa manusia.
Menurut cerita,
genderuwo sangat suka bersemayam di dalam rahim atau vagina seorang
wanita. Maka tak heran, selain faktor biologis, konon seorang wanita
yang mengidap kelainan hiperseks, diyakini dalam rahimnya telah dicokoli
oleh jin jenis genderuwo ini.
Misalnya saja, seorang isteri yang
hiperseks karena pengaruh genderuwo, maka dirinya selalu banyak menuntut
pada suaminya agar selalu berhubungan seks dengannya. Seakan dia tak
pernah lelah meski melakukannya berkali-kali. Jika sang suami tidak
dapat memuaskannya, maka wanita ini tak segan-segan mencari pasangan
lain di luar nikah.
Tentu ini tidak saja merugikan suami yang
ditinggalkannya, tapi juga si wanita itu sendiri. Karena genderuwo
mendapat kepuasan dari si wanita tiap kali wanita itu melakukan olah
asmara bersama lelaki lain.
Dan sebaliknya, tak jarang sosok
genderuwo juga kerap menyamar sebagai seorang suami dari isteri yang
ditinggalkannya. Tujuannya tak lain untuk melakukan hubungan seks.
Berikut sebuah pengalaman yang dituturkan oleh Pak Ismawan, yang kini
bekerja sebagai pegawai di salah satu Kantor Pos di wilayah Terisi,
Indramayu. Dia berhasil menggagalkan genderuwo yang nyaris menyetubuhi
ibunya. Kisah selengkapnya seperti yang diceritakan Pak Ismawan kepada
Penulis. Berikut selengkapnya…:
Peristiwa ini terjadi beberapa
puluh tahun yang silam. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas 5 SD.
Aku dan keluargaku masih tinggal di kampung Muara Baru, Jakarta Utara.
Dan di kampung itu keluargaku tergolong paling berada. Ayahku adalah
seorang pedagang yang memiliki beberapa kios besar, yang menjual
berbagai kebutuhan rumah tangga. Bapakku juga memiliki 2 buah mobil
angkutan.
Karena keberadaannya, maka tak heran kalau Bapak mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.
Dari keempat saudaraku yang lain, aku tergolong anak yang agak aneh.
Kedua orangtua dan saudaraku kerapkali melihatku berbicara sendiri dan
bermain-main sendiri, seperti laiknya aku sedang bermain dengan
teman-teman sebayaku.
Memang begitulah yang aku rasakan. Ya, aku
tidak pernah meresa berbicara atau bermain sendiri, melainkan ada
teman-teman yang selalu menemaniku. Padahal mereka, maksudku orang tua
dan suadara-saudaraku, sama sekali tidak melihat teman-teman mainku.
“Kamu kok main dan bicara sendirian?” Tanya kakakku.
Hal itulah yang membuatku heran. Karena sesungguhnya aku merasa ada
seorang bocah yang kira-kira seusia denganku yang mengajakku bermain.
Aku sendiri mengenal bocah itu sudah lama. Dia sering datang ke kamarku
saat aku sedang sendiri.
Kadang bocah itu mengajakku bermain,
seperti main petak umpat atau ngobrol-ngobrol layaknya teman-temanku
yang lain. Wujud bocah itu berkapala botak, dan hanya mengenakan celana
dalam, atau barang kali cawat.
Saat itu, kampung Muara Baru memang
tidak seperti sekarang. Keadaan lahan pekarangan dan rumah-rumah
penduduk kebanyakan masih tampak sederhana. Di kanan kiri jalan,
pepohonan besar masih dibiarkan berdiri kokoh. Dan masih banyak lagi
jalan dan tempat yang belum direnovasi.
Rumahku yang besar belum
menggunakan lampu listrik. Jadi, untuk penerangan, kami menggunakan
lampu teplok yang dipasang di setiap sudut kamar. Dan di belakang
rumahku terdapat sebuah pohon tua. Sejenis pohon bakau. Menurut cerita
penduduk sekitar, pohon itu ada penghuninya.
Entahlah, mungkin apa
yang dikatakan orang itu benar. Karena, aku sendiri mempercayai hal-hal
demikian. Lalu, adakah kaitannya antara bocah misterius yang menjadi
temanku dengan pohon tua di belakang rumahku itu?
Sudah menjadi
kebiasaan, Bapakku sering pergi keluar malam dan meninggalkan rumah. Ini
harus dia lakukan dikarenakan ada keperluan dinas. Kami semua sudah
maklum apa yang dilakukan ayah itu.
Seperti hari itu, Bapak juga
harus keluar malam untuk urusan pekerjaannya. Namun, tidak seperti
malam-malam sebelumnya, keadaan malam itu terasa lain dari biasanya.
Jika biasanya masih sore aku sudah tidur, tapi malam itu sepasang mataku
sulit sekali untuk kupejamkan. Ibu dan saudara-saudaraku yang lain
mungkin sudah tidur. Hanya aku sendiri yang masih melek.
Kulirik
jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Ah, belum begitu larut
malam, pikirku. Tapi, entah kenapa saat itu suasana begitu mencekam.
Sesekali aku terbangun dari tempat tidur, lalu kembali rebahan di tempat
tidur yang sama. Begitu heningnya malam , hingga lolongan anjing
terdengar lantang memecah keheningan.
Sesekali pikiranku tertuju
pada sosok bocah misterius yang sering datang ke kamarku. Aku sendiri
sebenarnya tidak tahu siapa sesesungguhnya dia? Di mana rumahnya? Dan
kemana tiap kali dia pergi? Dia selalu datang tiba-tiba tanpa kutahu
dari mana munjculnya. Dan saat itu aku sendiri,\ tak pernah menanyakan
dia tentang tempat tinggalnya.
Bocah sahabatku itu benar-benar aneh.
Barangkali dia sosok tuyul, seperti cerita-cerita orang yang katanya
suka mencuri uang. Namun, entah kenapa aku tidak merasa takut sama
sekali dengan kehadirannya. Bukan karena aku tidak mempercayai
cerita-cerita seputar keberadaan hantu, jin dan sebagainya. Tapi aku
merasa ada sesuatu yang membuat diriku tidak takut dengan hal-hal
demikian. Terutama sekaitan dengan bocah plontos itu.
Belum selesai
aku berpikir tentang keanehan anak kecil itu, aku dikejutkan oleh suara
langkah berat di luar kamarku. Suara langkah kaki itu datangnya dari
ruang tamu. Seperti orang baru masuk dari luar. Aku bangkit dari tempat
tidur dan segera menuju pintu kamar yang kebetulan berdekatan denga
ruang tamu.
Aku mengendap-endap di balik pintu sambil mengintip dari
lubang kunci untuk mengetahui siapa orang di ruang tamu itu. Dan apa
yang kulihat kemudian? Jantungku nyaris saja copot saat kulihat makhluk
tinggi besat yang sangat menyeramkan. Ya, aku dapat melihat dengan jelas
karena cahaya lampu teplok di ruang tamu cukup terang.
Makhluk
hitam legam itu telanjang dan berbulu lebat menutupi seluruh tubuhnya.
Kepalanya bertanduk, gigi-giginya bertaring, dan sepasang matanya
memancarkan sinar kemerahan. Aku mencoba menahan diri dan memperhatkan
kemana langkah makhluk itu pergi.
Rupanya, setelah kuperhatikan,
makhluk itu memasuki kamar ibuku. “Apa ini yang dinamakan genderuwo.
Lalu mau apa dia masuk ke kamar Ibuku?” Bisikku dalam hati.
Perlahan
aku melangkah keluar kamar dan menguntit makhluk itu. Seperti ada
kekuatan yang menggerakkan seluruh tubuhku agar terus mengikutinya.
Entah saat itu, aku tidak takut sama sekali. Yang ada dalam benakku
adalah rasa penasaran bercampur cemas dengan sesuatu yang akan terjadi
pada diri ibuku.
Benar saja. Di dalam kamar, sepertinya ibu tengah
berbincang-bincang dengan makhluk itu. Aneh, Ibu seperti laiknya sedang
bercengkrama bersama Bapakku.
“Tumben, kenapa Bapak balik lagi?” Tanya Ibu yang sekali lagi membuatku heran.
Aneh, kenapa Ibu tidak takut sama sekali dengan makhluk itu? Dan kenapa dia memanggilnya dengan Bapak?
Menyadari keanehan ini, walau masih kecil aku sempat berpikir, mungkin
dalam penglihatan Ibu, sosok genderuwo itu adalah Bapak yang kembali
pulang setelah sore tadi berpamitan pergi. Kini aku sadar kalau Ibu
telah terkena pengaruh gaib, hingga pandangannya terbalik, dan
seakan-akan melihat Bapak.
Meski kecurigaanku semakin memuncak,
namun sejauh ini aku belum berindak apa-apa. Aku masih terus
mengendap-endap di luar pintu kamar Ibu, menunggu perkembangan
selanjutnya. Hingga beberapa lama kemudian, aku melihat gelagat kurang
baik. Sehabis basa-basi seperti laiknya Bapakku yang asli, kemudian
makhluk itu mengajak ibu untuk berhubungan intim. Anehnya, Ibu sama
sekali tidak menolak ajakannya.
Gila! Kini sepertinya Ibu mulai
merebahkan tubuhnya diranjang. Ah, aku tidak bisa tinggal diam. Aku
harus segera bertindak cepat untuk mencegah perbuatan iblis itu. Dan…
Brak!! Aku mendorong pintu kamar dengan keras. Tindakanku ini membuat mereka sangat terkejut.
Makhluk yang ada di samping Ibu dan siap melepas pakaian Ibu, menatap tajam ke arahku. Sedang ibu nampak marah atas tindakanku.
“Sis, apa-apaan kamu ini? Masuk kamar orang tuaku dengan cara tidak sopan?” Tanya Ibu sambil menatapku dengan berang.
“Maaf, Bu. Aku hanya mengingatkan bahwa yang di hadapan Ibu itu bukan
Bapak. Dia… dia iblis yang akan memperkosa ibu!” Jelasku sambil menahan
amarah pada makhluk itu.
“Apa kamu bilang? Teganya kamu bilang Bapakmu ini Iblis. Dia Bapakmu yang baru datang!” Bantah Ibuku dengan sengit.
Dengan sengit pula aku membalasnya, “Bukan! Dia makhluk halus yang menyamar sebagai ayah. “Cepat…ibu menyingkir dari!”
Tanpa buang waktu lagi, aku langsung saja mengambil bantal dan
menubruknya. Lantas, bantal itu langsung kuhajarkan pada makhluk yang
masih berdiri menatapku.
“Pergi kau Iblis. Pergi dari sini. Jangan ganggu Ibu!” Teriakku dengan geram.
Berkali-kali aku memukul tubuh makhluk menyeramkan itu dengan bantal.
Untuk sementara, makhluk itu diam tak berkutik. Sedang ibu tampak
berusaha mencegahku.
“Sudah! Sudah cukup! Kamu ini keterlaluan,
Sis!” Ibuku rupanya belum juga sadar dengan apa yang ada di hadapannya.
Dia masih yakin, bahwa itu adalah Bapak yang asli.
“Bu…kenapa sih ibu belum juga sadar kalau dia bukan Bapak yang sebenarnya? Dia itu genderuwo!”
Setelah aku berucap demikian, makhluk itu nampak sangat geram. Dengan
sorot mata yang tajam dia menatapku. Perlahan, dia mulai mendekat dan
berusah mencekikku. Kini, Ibu mulai curiga dengan orang yang dikira
suaminya itu. Apalagi dengan apa yang akan dilakukannya terhadap diriku.
Ditambah, aku yang terus menangis dan meronta.
Maka atas dorongan nalurinya, mulailah Ibu membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Lalu apa yang terjadi kemudian?
Benar saja. Saat Ibu membaca ayat-ayat suci, makhluk itu berubah ke
wujud aslinya. Ya, di hadapan kami, makhluk itu menggeram dan kesakitan.
Sekarang Ibu baru yakin dengan ucapanku, bahwa yang terlihat di
hadapannya bukanlah Bapak, melainkan genderuwo yang menyamar sebagai
Bapak. Ibu pun memperkeras bacaan Ayat Qursy-nya, hingga akhirnya
makhluk itu lenyap dari hadapan kami. Ibu langsung memelukku dengan
penuh haru dan ketakutan. Aku hanya diam sambil menangis sesunggukan.
Saudara-saudaraku yang sudah tidur, rupanya mendengar kegaduhan di
kamar Ibu. Mereka mendatangi kami yang masih trauma dengan kejadian
tadi. Mereka menanyakan apa yang tengah terjadi sesungguhnya. Setelah
aku dan Ibu mulai tenang, Ibuku menceritakan peristiwa yang baru kami
alami. Mereka yang mendengarnya terkejut dan takut.
Esok harinya,
Bapak pulang. Beliau juga sangat terkejut dengan cerita itu. Maka, sejak
saat itu, Bapak berjanji tidak akan pergi dinas malam hari. Takut
peristiwa itu terulang lagi. Beliau pun sangat berterima kasih dan salut
padaku, yang dengan gigih menentang genderuwo yang hendak memperkosa
Ibu.
Mengenai pohon yang mirip pohon bakau di belakang rumah, Bapak
membenarkan bahwa pohon itu memang sangat angker. Dan kami menyimpulkan
bahwa genderuwo itu adalah makhluk yang menghuni pohon tersebut. Bapak
berjanji akan segera menebang pohon tersebut.
Seminggu kemudian,
Bapak benar-benar menumbangkan pohon angker itu. Namun sebelumnya
terlebih daulu diadakan ritual kecil. Dan mengenai anak kecil yang
sering ke rumahku, tidak pernah datang lagi. Lalu mengenai diriku yang
bisa melihat hal-hal yang orang lain jarang sekali melihatnya, masih
menjadi tanda tanya hingga saat ini.
Tapi, aku bersyukur dengan
keadaanku. Mungkin ini adalah anugerah yang diberikan Tuhan. Entah apa
jadinya dengan Ibuku, seandainya aku tak memiliki kelebihan tersebut.
Kini, peristiwa itu telah lama berlalu. Dan kedua orangtuaku pun telah
tiada. Namun peristiwa itu masih membekas dalam ingatanku.